Bismillahirrahmanirrahim
Rekan-rekan yang saya hormati,
Assalamu’alaikum wr. wb.
Ini adalah hari berikutnya dari hari-hari kita bertemu dan mengisi kehidupan bersama dengan tamu agung kita, bulan Ramadhan. Kemarin kita sudah membahas bagaimana bulan Ramadhan ini membuat kita menjadi rindu kepada Al Qur’an, rindu untuk kemudian membacanya, rindu untuk mempelajarinya, rindu untuk kemudian menyebarluaskannya. Tentu antara membaca dan menyebarluaskan ada sesuatu, fase itu yang disebut sebagai fase memahaminya untuk kemudian melaksanakannya. Karena memang, Rekan-rekan, anda sebagai kalangan profesional, anda pasti sangat menyadari dan mengetahui bahwa tidaklah mungkin, siapapun, apakah namanya para pakar, atau para praktisi, atau para aktivis, tidaklah mungkin mereka bisa meyakinkan publik tentang kebenaran nilai yang ia bawa, ia perjuangkan, tentang teori yang sedang mereka kaji, kalau mereka sendiri tidak mewujudkan nilai itu hadir, konkrit dalam dirinya. Untuk itulah karenanya salah satu yang menjadi sifat utama Rasulullah saw, beliau pernah dinyatakan oleh isteri tercinta beliau Aisyah r.a sebagai “Kana kuluquhu Al Qur’an”. Akhlaknya Rasulullah, etikanya Rasulullah adalah Al Qur’an itu sendiri. Sehingga sebagian ahli tafsir menyatakan bahwa Rasulullah adalah Al Qur’an yang berjalan.
Rekan-rekan, bagaimana menjadikan Al Qur’an sebagai sesuatu yang real, konkrit, hadir ditengah kita dan membuat kita menjadi memerlukan kepada Al Qur’an dan kemudian menjadikannya sebagai tangga-tangga berikutnya menuju kepada realisasi dari tujuan berpuasa, yaitu mewujudkan manusia yang unggul dan manusia yang bertaqwa itu. Salah satu diantara hal yang harus kita pertimbangkan adalah terkait dengan adab-adab berinteraksi dengan Al Qur’an, etika berinteraksi dengan Al Qur’an. Dalam kitab-kitab kuning disebutkan “Adab hamalat fi Al Qur’an” atau etika berkomunikasi, berinteraksi dengan Al qur’an oleh mereka-mereka yang concern betul dengan nilai-nilai Al Qur’an.
Rekan-rekan, kalau kita membaca kitab-kitab kuning yang jadi tradisi di kalangan pesantren dan/atau kitab kuning itu sudah dicetak juga dalam cetakan yang baru sehingga disebut juga sebagai kitab yang putih yang bisa kita rujuk sebagai etika berkomunikasi berinteraksi membaca Al Qur’an. Etika yang pertama menurut para ulama, ahli tafsir, termasuk yang disampaikan juga oleh Imam Al Qurtubi, Imam Ibnu Taimiyyah, maupun ulama-ulama kontemporer yang lain seperti Sayyid Qutub, maupun juga Hasan Al Banna, mereka mengatakan bahwa diantara etika yang penting adalah pertama, keyakinan dan kesadaran bahwa Al Qur’an itu sesungguhnya adalah memang dulu diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, tetapi sekarang ia anda baca. Karenanya, yakinilah, pahamilah bahwa Al Qur’an itu memang sedang mengajak anda berbicara. Al Qur’an sedang mengajak anda berdialog. Al Qur’an diturunkan kepada anda. Yakinilah bahwa seolah-olah di dunia ini hanya ada anda sendiri dan karenanya seolah-olah Al Qur’an hanya diturunkan kepada anda saja, seolah-olah Al qur’an hanya mengajak anda saja yang diajak untuk berbicara.
Rekan-rekan, kalau kesadaran ini hadir, kalau kesadaran ini bisa kita munculkan, luar biasa maknanya. Bisa anda bayangkan dari sekian ratus juta, atau sekian milyar umat Islam di dunia, anda merasa bahwa Al Qur’an ini hanya berbicara kepada anda saja. Padahal Al Qur’an ini adalah sesuatu yang muncul, dimunculkan bersumberkan Allah, zat yang Maha Kasih, Maha Sayang, Maha Tahu, Maha Bijak, Maha Kaya, Maha Berkuasa, Maha sumber dari segala kebaikan. Anda bisa bayangkan, jangankan dengan sosok yang begitu bermaha dalam segala kebaikannya, kalau saja anda dalam perusahaan anda, atau di kampus anda, atau dimana saja, kalau anda diajak berbicara sendirian saja oleh mungkin atasan anda, mungkin suami atau isteri anda, mungkin tokoh yang anda idolakan, pasti anda sangat berbunga-bunga. Pasti anda akan mencatatnya sebagai peristiwa yang luar biasa menariknya, luar biasa pentingnya. Pasti akan anda jadikan peristiwa itu sesuatu yang membekas dalam diri anda. Anda akan siapkan diri bertemu dengan sosok agung ini dan kemudian anda akan berkonsentrasi mendengarkan apa yang dikatakan oleh tokoh yang anda idolakan itu, atau anda hormati itu, dan pasti anda akan dengar dengan baik-baik, pahami dengan baik-baik, anda akan catat dengan baik-baik untuk kemudian anda akan laksanakan dengan semaksimal kemampuan yang anda miliki.
Anda pasti akan merasa sangat bersalah, sangat menyakiti kepada orang yang anda tokohkan bila anda tidak melaksanakan apa yang disampaikan oleh sang tokoh yang anda idolakan itu. Anda justru akan semakin merasa bangga, akan semakin merasa dekat dan cinta dengan yang anda tokohkan itu ketika anda bisa melaksanakan apa yang dinyatakan, disampaikan, dinasehatkan atau diberikan masukan oleh tokoh yang anda idolakan itu.
Manusiawi saja, karena begitulah memang sifat kemanusiaan kita. Dan bandingkan, kiaskan saja, analogkan saja sekarang yang mengajak anda berbicara bukan sekedar tokoh yang idola, yang mungkin hari ini idola besok mungkin sudah menjadi tidak lagi anda idolakan karena mungkin dia berobah, yang bukan hanya tokoh yang mencintai anda sesaat saja, bukan hanya tokoh yang hanya berkuasa hanya sementara saja atau pengetahuannya hanya terbatas saja. Ini yang mengajak anda berbicara secara pribadi, secara spesifik adalah tokoh Allah SWT, zat yang maha segala kebaikan. Luar biasa. Kalau ini bisa kita hadirkan dalam semangat kehidupan kita sesungguhnya kita sedang menyiapkan diri untuk meretas jalan menjadi “Khairukum man ta’allamal Qur’ana wa allamahum”, yang paling baik dari anda semuanya adalah mereka yang selalu membaca Al Qur’an, mempelajari Al Qur’an dan kemudian mengajarkannya kepada orang lain.
Hari-hari ini adalah hari-hari dimana kita mempunyai kesempatan yang sangat luas untuk berdialog sendirian, atau merasa hanya kepada kita saja Allah sedang berbicara. Selamat berkasi-kasihan dengan Allah SWT, selamat berdialog berduaan saja dengan Allah SWT, dengan anda membaca Al Qur’an. Kita bertemu besok pada kesempatan yang sama.
Assalamu’alaikum wr.wb.
2 komentar:
hi... posting qmu bgus... tapi asa ga cuco ma orangnya... he.. maph jujur teuing... aq ngelink iia...
Posting Komentar